Minggu, 16 Mei 2010

gerakan BEM KM IKIP PGRI Semarang


BEM IKIP PGRI Desak Perubahan Sistem Pendidikan
Selasa, 04/05/2010 09:00 WIB - ant
SEMARANG—Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (IKIP PGRI) Semarang, mendesak perubahan sistem pendidikan negara ini.
Koordinator BEM IKIP PGRI Semarang, Muhammad Syarifudin, saat beraudiensi dengan Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, di Semarang, Senin (3/5), mengatakan, keluaran sistem pendidikan negara ini banyak menghasilkan manusia-manusia yang memiliki moralitas yang rendah.
“Sistem pendidikan kita justru menghasilkan koruptor, kriminalitas, mafia peradilan, dan sebagainya. Maka dari itu, implementasi sistem pendidikan perlu dirombak besar-besaran, agar jangan sampai transfer nilai yang terjadi justru terabaikan,” katanya.
Selain tidak mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, lanjut Syarifudin, sistem pendidikan Indonesia juga tidak mampu menggali sumber daya alam negara ini yang luar biasa.
“Sistem pendidikan Indonesia masih membelenggu potensi pengembangan para peserta didik. Sistem pendidikan kita justru dibubuhi pendidikan yang sifatnya tidak kontekstual dengan realitas yang ada,” katanya.
Melihat realitas yang terjadi tersebut, kata Syarifudin, mahasiswa menuntut diwujudkannya sistem pendidikan yang murah dan berkualitas, menghasilkan peserta didik yang berkarakter membangun, serta mengoptimalkan anggaran pendidikan minimal 20 persen.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Dwi Yasmanto mendukung sikap yang disampaikan para mahasiswa ini. “Legislatif siap mendukung tuntutan para mahasiswa demi perbaikan sistem pendidikan Indonesia,” ujarnya. (ant)
Kedua

::Puluhan Mahasiswa IKIP PGRI Semarang Berunjuk Rasa Tolak Hasil UN ::.



Ditulis oleh leaardhian
Senin, 03 Mei 2010 13:02
Semarang-Berdemo dengan memakai seragam almameter warna biru, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI berunjuk rasa menuntut hasil ujian nasional (UN). Koordinator aksi, Hadi Supriyadi mengatakan, ujian nasional hanya menghasilkan manusian Indonesia yang bermoralitas rendah, karena kelulusan hanya diukur dengan nilai akademik.

Massa juga menyerukan, agar pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dan perbaikan sistem pendidikan Indonesia. Aksi demo BEM IKIP PGRI ini dimulai dari bundaran air mancur di Jalan Pahlawan dan berakhir di gedung DPRD Jawa Tengah. Di rumah wakil rakyat itu, para pendemo menyampaikan petisi tuntutan untuk pemerintah. (Alvian)
Ketiga

Perlawanan terhadap UN Mengeras
04 May 2010
• Media Indonesia
• Nasional
Pemerintah hanya mengakomodasi pendidikan bagi warga kelas menengah ke atas, warga miskin tetap terpinggirkan.
Eriez M Rizal
BADAN eksekutif mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya, Jawa Barat, mendesak pemerintah pusat dan daerah tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga rakyat miskin bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hal itu disampaikan saat aktivis BEM se-Bandung Raya melakukan aksi di halaman Kantor Gubernur Jawa Baratdan DPRD setempat, Jl Dipenogoro, kemarin. BEM yang turun ke jalan di antaranya, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Universitas Pasundan (Unpas), Universitas Islam Bandung (Uniasba), dan Universitas Islam Negeri (UIN).Sulaeman, aktivis BEM STSI, mengatakan sistem pendidikan yang bernuansa kapitalis ini harus segera diubah karena tidak sedikit warga miskin yang semangat belajarnya tinggi.
"Mereka tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena sistem pendidikan kita belum menyentuh warga miskin," ujar Sulaeman, kemarin.Perlawanan juga muncul di Semarang, Jawa Tengah. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam BEM IKIP PGRI Semarang mendesak pemerintah untuk segera merevolusi di bidang pendidikan."Bagi kami, hasil UN Tahun Ajar 2009/2010 menjadi momentum puncak untuk menggulirkan isu revolusi pendidikan ini," kata Muhamammad Syarifudin pada aksi demo BEM IKIP PGRI yang dipusatkan di Bundaran Videotron Jl Pahlawan, Semarang.
Mereka mempertanyakan banyaknya lulusan peserta didik yang tidak memiliki kemandirian dan bahkan cenderung melahirkan generasi bingung. Pendidikan nasional menghasilkan banyak manusia-manusia yang bermoral rendah. Seperti koruptor, mafia peradilan, dan generasi bermasalah lainnya.
Rugikan daerah
Ratusan mahasiswa di Kupang, N.usa Tenggara Timur (NTT), Senin (3/5) menuntut pemerintah segera mencabut kebijakan UN, karena dinilai merugikan sekolah yang berada di daerah.Tuntutan itu merupakan satu dari 16 tuntutan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional Ca-bang NTT dalam unjuk rasa di Kantor Gubernur NTT.
Mereka membawa berbagai bentuk poster dan spanduk untuk mendesak pemerintah memberikan pendidikan gratis kepada seluruh jenjang pendidikan mulai SD sampai SMA, dan pencabutan ujian nasional. "Berikan kuliah murah bagi seluruh rakyat," tutur Koordinator Lapangan Mahasiswa Adrianus Juma Deba.Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin melawan UN dengan mengirimkan surat ke Mendiknas karena dianggap tidak memihak pada kepentingan masyarakat.Terkait dengan perlawanan itu. Wakil Mendiknas Fasli Jalal menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas bagi PTN maupun PTS yang menerima calon mahasiswa yang belum lulus UN. (Tim/N-2)eriez@mediaindonesia.com
Ke emapat

Mahasiswa IKIP PGRI Desak Pemberantasan Mafia Pendidikan
Posted by Redaksi on Desember 16, 2008 • Leave a Comment


Semarang ( Berita ) : Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Semarang, Jawa Tengah, Selasa [16/12], menggelar aksi unjukrasa menuntut pemberantasan mafia pendidikan.
Dalam aksi yang digelar di depan gedung DPRD Jateng itu, mahasiswa mengecam keberadaan mafia pendidikan yang menjerat leher rakyat kecil.
Koordinator aksi Arif Setyawan mengatakan keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) juga menambah pelik polemik dalam dunia pendidikan Indonesia.
Menurut dia, RUU tersebut disinyalir juga akan memicu munculnya kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan. “Pelanggaran berat telah terjadi dalam dunia pendidikan yang menjadi pilar utama pembangunan bangsa,” katanya.Padahal, kata dia, sumber daya manusia yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, mahasiswa IKIP PGRI ini menuntut pemberantasan mafia dunia pendidikan. Selain itu, mahasiswa juga menuntut agar anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD dimaksimalkan.
“Terutama bagi daerah yang belum mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU tentang sistem pendidikan nasional,” kata Arif.
Ia juga mengharapkan pemerintah mengkaji ulang RUU BHP yang dikhawatirkan dapat memicu munculnya kapitalisasi dunia pendidikan. Para mahasiswa tersebut kemudian ditemui anggota Komisi A DPRD Jateng, Soejatno Pedro. Kepada para mahasiswa tersebut, Soejatno berjanji akan menyampaikan tuntutan mereka kepada pihak eksekutif, sesuai kewenangannya. ( ant )

Ke 5
PENDIDIKAN
Pemerintah Dinilai Lepas Tangan

Darmaningtyas, Pengamat Pendidikan dari Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa.
Selasa, 4 Mei 2010
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah dinilai lepas tangan dalam memenuhi permintaan masyarakat menyediakan pendidikan yang murah dan bermutu. Pendidikan yang berkembang sekarang ini cenderung mengarah pada liberalisasi pendidikan.
Kecenderungan pemerintah ini harus dikritisi dan ditentang. Masyarakat harus berani menolak kebijakan pendidikan pemerintah yang sudah mengarah pada komersialisasi pendidikan. Kebijakan itu menyebabkan masyarakat menanggung biaya pendidikan yang makin mahal.
"Biaya pendidikan yang makin mahal menandakan pemerintah lepas tangan terhadap pembiayaan pendidikan. Kebijakan itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat dalam konstitusi negara Republik Indonesia," kata pengamat pendidikan dari Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa Darmaningtyas, saat dihubungi Suara Karya, di Jakarta, Senin (3/5).
Darmaningtyas menilai, berbagai kebijakan pendidikan tidak lagi mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk pencerdasan bangsa yang menjangkau semua warga negara Indonesia, seperti yang diamanatkan pendiri bangsa dalam UUD 1945.
"Pemerintah bisa dikatakan hanya omong kosong terhadap upaya menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif. Pasalnya, warga negara yang mampu mengecap bangku kuliah sejak 1998 tidak naik di kisaran 15-17 persen dari jumlah penduduk usia 19-24 tahun," katanya.
Ditambahkan, masyarakat Indonesia masih butuh banyak dukungan untuk bisa menuju pendidikan tinggi. "Persoalan pendidikan dasar saja masih butuh perhatian serius. Tetapi, kebijakan pendidikan sekarang justru semakin membuat akses masyarakat untuk menikmati pendidikan kian terbatas karena mahal," kata Darmaningtyas.
Hal senada dikemukakan Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Paulus Wiryono. Menurut Paulus, makin mahalnya pendidikan di Tanah Air karena pemerintah lebih mengedepankan citra. Berbagai upaya dilakukan agar Indonesia terpandang di mata internasional, kendati anggaran pemerintah sangat terbatas.
"Akibatnya, pendidikan diserahkan kepada "pasar" demi tercapai predikat internasional. Dampaknya, biaya pendidikan yang makin tak terjangkau bagi semua kalangan. Ini berbahaya, karena pendidikan berkelas internasional itu hanya bisa dinikmati mereka yang punya uang. Padahal, pemerintah memiliki tanggung jawab penuh terhadap pendidikan warganya," ucapnya.
Paulus menilai, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap program dan capaian pendidikan bermutu bertaraf internasional yang digagas lima tahun belakangan ini. Apakah capaian itu sudah sesuai dengan kondisi penduduk sebagian besar Indonesia, bukan hanya mereka yang tinggal di kota-kota besar.
"Pencapaian citra internasional memang penting. Hal semacam itu harus didukung. Namun, penting juga menyediakan pendidikan bermutu dan terjangkau bagi kelas "bawah" agar bisa menikmati pendidikan tinggi. Karena, bukan rahasia lagi jika jumlah penduduk Indonesia yang mengecap pendidikan tinggi baru pada angka 18 persen," katanya.
Paulus mencontohkan, negara India dan Sri Langka yang mengalokasikan dana yang cukup besar untuk program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu agar mereka bisa keluar dari kemiskinan lewat pendidikan.
"Pendidikan gratis bagi anak-anak kurang mampu dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Memang, untuk bisa masuk sekolah atau perguruan tinggi negeri yang gratis harus melalui seleksi ketat. Tetapi, paling tidak mereka masih punya harapan untuk mendapatkan pendidikan murah," ujarnya.
Karena itu, Paulus Wiryono menyayangkan banyak sekolah negeri yang beralih status menjadi sekolah berstandar internasional (RBI) dan rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dengan memungut biaya mahal seperti sekolah swasta.
"Di sekolah negeri, biaya pendidikan harus terjangkau. Jika pemerintah mengejar citra internasional, maka bisa kerja sama dengan swasta yang memang bisa memungut biaya mahal sesuai dengan citra internasional itu," kata Paulus, yang berharap pendidikan gratis SD-SMP tetap dilanjutkan karena hal itu sangat membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Komersialisasi pendidikan masih menjadi tema dari aksi demo yang digelar pelajar dan mahasiswa di hampir seluruh kota di Indonesia, kemarin. Di Gorontalo, misalnya, aksi demo yang digelar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggugat anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang tidak memberi dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan di Tanah Air.
"Ini adalah realitas. Terkadang dunia pendidikan bukan dijadikan institusi intelektual, tapi malah melahirkan orang-orang yang patuh terhadap penguasa yang semena-mena terhadap masyarakat," kata Yandri Ajiji, Ketua PMII Kota Gorontalo dalam orasinya.
Di Surabaya, demo juga digelar Aliansi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), kemarin. Mereka mengecam pernyataan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh, yang dianggap telah membodohi masyarakatnya sendiri.
Menurut Koordinator aksi tersebut, Akib Mahfudin, pihaknya menolak komersialisasi dan liberisasi pendidikan karena dianggap semakin merugikan masyarakat.
"Kalau pemerintah beranggapan kebijakan itu bakal memajukan pendidikan, maka itu omong kosong. Kebijakan ini justru akan membuat masyarakat semakin terpuruk dan kesulitan mendapatkan pendidikan," ujarnya.
Massa kemudian mengajukan sejumlah tuntutan, diantaranya tentang tanggung jawab penuh pemerintah dalam dunia pendidikan, dan transparansi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. Mereka mengingatkan bahwa semua warga negara yang kaya dan yang miskin seharusnya berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Di Semarang, sejumlah mahasiswa, yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Semarang, mendesak pemerintah segera melakukan revolusi bidang pendidikan. Langkah itu harus ditempuh guna menyelamatkan pendidikan dalam negeri karena dianggap gagal dalam upaya membangun generasi bangsa berkualitas dan berdaya saing.
Menurut Koordinator aksi BEM IKIP PGRI Muhammad Syarifudin, tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, serta mencetak warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Karena itu, lanjut Syarifuddin, sudah selayaknya pemerintah menjadikan produk hukum ini sebagai landasan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang amanah terhadap undang-undang. Agar tujuan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing dapat terwujud.
"Sayangnya, implementasi amanat undang-undang tersebut tidak dapat berjalan. Segala peraturan dan perundangan yang mengatur masalah pendidikan hanya bisa mengikat secara teoritis saja," kata Syarifudin. (Andira/Ant/Pudyo Saptono/Tri Wahyuni)

Ke 6
Mahasiwa tuntut penghentian UN

Semarang (Espos) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KP) IKIP PGRI Semarang menggelar demonstrasi, menolak Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan siswa.

Demonstrasi yang digelar di depan gerbang pintu masuk Gedung DPRD Jateng, Jl Pahlawan, Kota Semarang, Senin (3/5), diwarnai orasi dan happening art menggambarkan siswa korban UN. Puluhan pengunjuk rasa juga membawa spanduk dan poster, bertuliskan meminta dihentikan UN serta revolusi pendidikan di Indonesia.

Menurut Presiden BEM KM IKIP PGRI Semarang, Sigit Dwi Saputro, dengan dijadikan UN sebagai penentu kelulusan siswa berdampak sistemik dalam dunia pendidikan. ”Banyak lulusan peserta didik yang tak memiliki kemandirian, bahkan bingung tak tahu akan berbuat apa,” ujarnya.

Selain itu, sambungnya, output dari pendidikan banyak menghasilkan manusia yang memiliki moralitas yang rendah, misalnya koruptor, mafia peradilan, dan lainnya. Padahal UU No 20/2003 mengamanatkan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, dan kreatif mandiri. ”Untuk itu UN harus dihentikan dan dilakukan revolusi pendidikan di Indonesia,” tandas Sigit.

Namun keinginan pengunjuk rasa untuk masuk ke dalam Gedung DPRD menemui anggota Dewan gagal, karena diadang puluhan petugas polisi yang membuat pagar betis di depan gerbang masuk. Anggota Komisi E DPRD Jateng, AS Sukawijaya, yang menerima perwakilan pengunjuk rasa menyatakan, mendukung tuntutan dari mahasiswa. Menurutnya, UN sebagai syarat penentu kelulusan siswa harus dihentikan, karena banyak siswa yang tak lulus gara-gara hasil UN buruk. - Oleh : oto
Ke 7
Radar Semarang
[ Selasa, 04 Mei 2010 ]
Mahasiswa Demo Tolak UN
SEMARANG-Puluhan mahasiswa IKP PGRI Semarang Semarang, Senin (3/5) kemarin, berunjuk rasa. Demo di depan pintu gerbang kantor gubernur Jateng di Jalan Pahlawan itu, menolak pelaksanaan ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan sekolah.

Di sela-sela orasi, sejumlah mahasiswa yang menjadi wakil mereka beraudiensi dengan Komisi E DPRD Jateng. Mereka diterima oleh Ketua Komisi E, Yoyok Sukawi, bersama sejumlah anggota komisi.

Sesaat sebelumnya, di halaman kantor gubernur, digelar upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Inspektur upacara peringatan adalah Gubernur ibit Waluyo. Dalam kesempatan itu, Bibit Waluyo mendukung pelaksanaan UN.

Koordinator BEM IKIP PGRI Semarang M Syarifudin mengatakan, tak seharusnya ujian nasional jadi penentu kelulusan siswa. Ujian nasional seharusnya hanya jadi standar pendidikan dan bukan penentu kelulusan. "Dampak psikologis UN bagi para siswa sangat besar. Tidak sedikit para siswa tertekan dan stres menjelang UN."

Sementara itu, dalam audiensinya dengan komisi E, disepakati antara DPRD Jateng dan mahasiswa akan saling bersinergi mendukung upaya perbaikan kualitas pendidikan.

DPRD Jateng juga berkomitmen untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pendidikan di Jateng, utamanya kepada sekolah berlabel SBI (Sekolah Berstandar Internasional) dan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Sebab dua jenis sekolah itu dalam implementasinya justru meresahkan orang tua siswa. "Komisi E akan terus memperhatikan serta mengawasi soal bidang pendidikan ini," janji Yoyok.

Terpisah, Gubernur Bibit Waluyo usai memimpin upacara Hari Pendidikan Nasional mengatakan, UN harus tetap dipertahankan agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin maju dan baik. "UN itu program yang telah disusun pemerintah untuk memperbaiki kompetensi dan kualitas siswa."

Mantan Pangdam IV Diponegoro itu justru mempertanyakan alasan sebagian kalangan yang menolak program UN. (dit/isk)
Ke 8
AHASISWA PGRI DESAK PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN

Monday, 03 May 2010 20:23




Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang mendesak perubahan sistem pendidikan negara ini.
Semarang, 3/5 (Antara/FINROLL News) - Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang mendesak perubahan sistem pendidikan negara ini.

Koordinator BEM IKIP PGRI Semarang, Muhammad Syarifudin, saat beraudiensi dengan Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, di Semarang, Senin, mengatakan keluaran sistem pendidikan negara ini banyak menghasilkan manusia-manusia yang memiliki moralitas yang rendah.

"Sistem pendidikan kita justru menghasilkan koruptor, kriminalitas, mafia peradilan, dan sebagainya," katanya.

Implementasi sistem pendidikan, kata dia, perlu dirombak besar-besaran agar jangan sampai transfer nilai yang terjadi justru terabaikan.

Selain tidak mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualias, lanjut dia, sistem pendidikan Indonesia juga tidak mampu menggali sumber daya alam negara ini yang luar biasa.

Ia menuturkan sistem pendidikan Indonesia juga masih membelenggu potensi pengembangan para peserta didik.

"Sistem pendidikan kita justru dibubuhi pendidikan yang sifatnya tidak kontekstual dengan realitas yang ada," katanya.

Melihat realitas yang terjadi tersebut, kata dia, mahasiswa menuntut diwujudkannya sistem pendidikan yang murah dan berkualitas, menghasilkan peserta didik yang berkarakter membangun, serta mengoptimalkan anggaran pendidikan minimal 20 persen.

Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Dwi Yasmanto mendukung sikap yang disampaikan para mahasiswa ini.

Legislatif, kata dia, siap mendukung tuntutan para mahasiswa demi perbaikan sistem pendidikan Indonesia.


Ke 9







SEMARANG, 3/5 - HENTIKAN UJIAN NASIONAL. Sejumlah pengunjuk rasa dari BEM IKIP PGRI Semarang melakukan aksi teatrikal tentang nasib siswa yang tidak lulus ujian nasional (UN), saat berunjuk rasa menuntut penghentian UN sebagai penentu kelulusan siswa, di Semarang, Jateng, Senin (3/5). Mereka menilai penerapan UN akan berdampak sistemik pada dunia pendidikan dan meminta dilakukannya optimalisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). FOTO ANTARA/R. Rekotomo/Koz/mes/10.
Ke 10

Gubernur Tetap Dukung UN
Author: Harian Semarang | at : 15:52 | |

Peringatan Hardiknas Diwarnai Demo

GUBERNUR Jawa Tengah Bibit Waluyo menegaskan, Ujian Nasional (UN) harus tetap dipertahankan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan.

“Ujian nasional itu program yang disusun pemerintah untuk memperbaiki kompetensi dan kualitas siswa,” jelasnya usai upacara Peringatan Hardiknas, di halaman kantor Gubernur Jateng, kemarin.

Bibit menjelaskan, UN dari tingkat SD hingga SMA itu sangat bermanfaat dalam fungsi pendidikan. Karena menjadi bahan evaluasi bagi pihak sekolah dan murid peserta didik. “Dengan UN, para guru dan murid dapat bersinergi untuk terus maju,” jelasnya.

Gubernur justru mempertanyakan alasan sebagian kalangan yang menolak program UN. Menurutnya, justru semua pihak harus bersinergi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Jawa Tengah.

“Saya minta agar tidak lagi mengontroversikan UN. Pelaksanaan UN tahun ini penuh dengan kontroversi, mulai dari tingkat kejujuran para siswa dan guru, hingga pada meningkatnya hasil kelulusan,” jelasnya.
Usai peringatan Hardiknas, sejumlah mahasiswa IKIP PGRI Semarang melakukan aksi unjuk rasa menolak pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan.

Dalam orasinya, para mahasiswa berharap UN hanya dijadikan sebagai standar pendidikan dan bukan penentu kelulusan. Koordinator BEM IKIP PGRI Semarang, M Syarifudin mengatakan, pelaksanaan UN memberikan dampak psikologis terhadap siswa didik. “Banyak siswa yang tertekan dan stres akibat UN. Jadi perlu ada tinjauan ulang,” jelasnya.

Selain menuntut untuk dihentikannya UN sebagai penentu kelulusan, para mahasiswa itu juga menuntut pengoptimalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), optimalkan realisasi anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, wujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas, menciptakan pendidikan nasional yang bermoral, berbudaya, dan berkepribadian, serta mewujudkan aturan mengenai upah minimum penghasilan guru.

Aksi diawali dengan longmarch dari halaman Masjid Baiturahman menuju Jalan Pahlawan depan air mancur kemudian menuju kantor gubernuran. Para mahasiswa juga membawa berbagai poster yang bertuliskan kecaman mengenai patokan nilai UN sebagai patokan kelulusan, serta tuntutan untuk perbaikan sistim pendidikan di Indonesia. Aksi berlangsung secara tertib dengan pengawalan ketat puluhan petugas kepolisian. Selesai berorasi, sejumlah perwakilan mahasiswa akhirnya menemui anggota Komisi E DPRD Jateng dan diterima langsung oleh Ketua Komisi E Yoyok Sukawi beserta jajarannya.

Dalam audiensi tersebut, disepakati bahwa antara DPRD Jateng dan mahasiswa akan saling bersinergi mendukung upaya perbaikan kualitas pendidikan di Jateng.

Di samping itu, DPRD Jateng juga akan melakukan pengawasan pelaksanaan pendidikan di Jateng, terutama dengan adanya sekolah berlabel SBI dan RSBI yang dalam implementasinya dinilai meresahkan orangtua siswa. (budi/puji - harian semarang)

Ke 11
Articles, quotes, twits, and discussion about UN. Monitored and updated continually every hour.
UN Switch to English news
View UN in:
Topic Monitor Timeline Quotes Pro-contra Trends Relation Graph Map
12 days ago
3 quotes
Mahasiswa Demo Tolak UN
Full story: www.jawapos.co.id
SEMARANG-Puluhan mahasiswa IKP PGRI Semarang Semarang, Senin (3/5) kemarin, berunjuk rasa. Demo di depan pintu gerbang kantor gubernur Jateng di Jalan Pahlawan itu, menolak pelaksanaan ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan sekolah.

Di sela-sela orasi, sejumlah mahasiswa yang menjadi wakil mereka beraudiensi dengan Komisi E DPRD Jateng. Mereka diterima oleh Ketua Komisi E, Yoyok Sukawi, be ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar